Rabu, 27 Juli 2011

THE POWER OF POSITIVE THINKING 


Adakalanya ada hal-hal penting dibalik apa yang menurut kita merupakan bencana atau tragedi. Tetapi orang bijak mengatakan justru ini merupakan hikmah tersembunyi, yang orang-orang modern menyebutnya sebagai blessing in disguise. Sungguh, ada banyak hikmah itu disekitar kita. Kita bisa menemukannya dengan mudah kalau kita menggunakan mata hati atau mata batin.
Selalu saja ada hal positif (kebaikan) dibalik apa yang menurut nalar dan pengetahuan manusia disebut sebagai bencana. Oleh karena itu, jangan terburu buru untuk berburuk sangka atas apa yang telah menimpa kita. Ya, jangan berprasangka buruk kepada siapapun! Apalagi kepada Allah swt.
Bagaimana sekiranya tidak ada kebaikan yang bisa kita temukan dalam sebuah “bencana”???  siapa bilang tidak ada? Tetap ada, minimal kita bisa mengambil ibrah atau pelajaran agar menjadi lebih baik.
Dalam krisis ekonomi yang pernah menghantam Indonesia pada akhir 90-an. Ternyata malah melahirkan banyak pengusaha muda. Ya, kondisi yang tidak menentu tersebut memaksa banyak orang untuk berfikir dan bertindak kreatif. Akhirnya, mereka menjadi apa yang sesungguhnya tak pernah mereka bayangkan sebelumnya, yaitu memperoleh kesuksesan lebih cepat. Itulah hikmahnya. Inilah blessing in disguise tersebut.
Lho. Mengapa hanya segelintir orang yang sukses? Kenapa tidak semuanya? Ingat, blessing in disguise tidak bisa ditunggu. Dibiarkan berlalu begitu saja. Tetapi ia disikapi dengan langkah nyata agar benar-benar  menjadi hikmah yang sebenarnya.
Mereka yang sukses, yang berhasil keluar dari kemelut, bencana, tragedi atau apapun namanya adalah mereka yang menjadikan itu semua sebagai faktor pendorong dalam hidupnya. Tanpa memiliki faktor pendorong, entah itu diciptakan sendiri atau menunggu hingga datang kesempitan atau kepepet maka kehidupannya hanya berjalan ditempat. Stagnan!
Memang terkadang kita menerima paket “kejutan-kejutan” untuk mengetahui apakah kita masih bisa “terkejut” dan layak disebut sebagai manusia hidup. Ini seperti halnya orang yang koma dan diberi gelombang kejut oleh dokter dirumah sakit untuk memastikan bahwa dia masih hidup atau tidak.
Meski hidup itu sulit, tetapi selalu ada jalan keluar bagi mereka yang betul-betul berjuang menaklukannya. Sebuah pepatah mengatakan, “bahwa dalam awan yang tebal, selalu ada sepotong garis sinar terang.” Manusia diberi Allah swt akal, yang dengannya ia bisa berfikir, lalu menjadi pandai. Tetapi, pada situasi tertentu, kafasitas pandai saja tidak cukup. Ia harus ditingkatkan menjadi cerdik alias banyak akal. Kategori yang terakhir inilah yang erat terkait dengan daya bertahan (survival) seseorang atau suatu bangsa.
Cerdik tidaklah sama dengan licik, karena licik hubungannya dengan cara memperdaya seseorang, sedangkan cerdik lebih kearah mengatasi persoalan yang ada secara jitu, efektif, dan efisien. Lebih lanjut, seorang teman mengatakan bahwa cerdik itu adalah seni mendapatkan banyak akal dan memanfaatkannya, sedangkan licik lebih bersifat akal-akalan yang nakal.
Kecerdikan bisa diperoleh manakala kita mempunyai banyak sudut pandang dalam kehidupan ini. Kita tidak melihat suatu persoalan yang muncul hanya dari satu sisi. Orang cerdik mengutamakan berfikir lateral daripada berfikir linier. Satu persoalan yang bagi banyak orang telah mentok, no way out, alias buntu, bagi orang cerdik, bisa dicarikan jalan keluarnya.
 Jangan lupa, kecerdikan juga terkait erat dengan semangat dalam jiwa seseorang, yaitu semangat untuki tidak gampang menyerah. Jangan heran, kita tak akan pernah melihat suatu kecerdikan yang melekat pada diri orang-orang yang loyo, lembek dan suka mengeluh, sebab sifat negatif ini semua merupakan penutup tebal yang ampuh menghalangi potensi kecerdikan kita untuk muncul kepermukaan.
Ingat, tantangan didepan selalu tidak lebih mudah dari hari ini. Oleh karenanya, bersikaplah positif, cerdiklah, semangatlah, dan jangan mudah menyerah.
***
Orang yang mampu menguasai pikirannya akan menguasai apapun yang menjadi haknya
                                          ***          

Minggu, 27 Februari 2011


PRINSIP-PRINSIP HIDUP 
(The ESQ Way 165 Ary Ginanjar) 



“perumpamaan orang yang  mengambil selain Allah sebagai pelindung adalah seperti laba-laba yang membuat rumah untuk dirinya sendiri. Tetapi sebenarnya rumah laba-laba itu adalah serapuh-rapuhnya rumah, jika mereka tahu”
QS Al Ankabuut 29:41
               
Beberapa dekade ini, kita banyak menyaksikan berbagai prinsip hidup yang menghasilkan berbagai tindakan manusia yang begitu beragam. Prinsip hidup yang dianut dan diyakini itu telah menciptakan berbagai tipe pemikiran dengan tujuannya masing-masing. Setiap orang terbentuk sesuai dengan prinsip yang dianutnya. Hasilnya bisa dianggap hebat, mengerikan, bahkan menyedihkan.
Di Jepang ada budaya Harakiri. Tatkala seseorang merasa bersalah atau putus asa, ia akan menusukkan pedang katana dan merobek lambungnya, hingga kemudian mati perlahan. Jembatan golden Gate di San Fransisco adalah tempat bunuh diri yang sangat populer di Amerika Serikat, yang begitu mengagungkan faham kapitalisme. Sementara di belahan bumi yang lain, uni Soviet runtuh karena menganut faham Komunisme.
Paham Peter Drucker dalam bukunya “management by Objective” ternyata hanya menghasilkan budak-budak materialis di bidang ekonomi,  efisiensi dan tekhnologi, tetapi hatinya kekeringan, tidak memiliki ketentraman batin. Ada sesuatu yang hilang di relung hati. Ada pula aliran Thaoisme yang mengagungkan ketentraman dan keseimbangan batin, namun mengkasilkan manusia-manusia yang lari dari tanggung jawab ekonomi. Pemikiran Dale Carnagie yang sangat mementingkan arti “penghargaan”, begitu mempengaruhi jutaan orang di dunia dalam bertingkah laku, namun belum menyentuh  sisi terdalam dari inti pemikiran, dan hasilnya lebih kepada mendewakan penghargaan.
Prinsip “Ubber Alles” atau ras tertinggi dan prinsip Biefl its Biefl atau “perintah adalah perintah” yang selau dikumandangkan oleh jenderal besar Nazi dan di pegang teguh oleh tentara Nazi Jerman pada perang dunia II, memang berhasil membuat Jerman begitu perkasa saat itu. Sebagian daratan Erofa di kuasai dalam waktu relatif singkat dengan di mulainya pertempuran Polandia tahun 1936. Namun akhirnya, sejarah mencatat Nazi Jerman ambruk dan Hitler bunuh diri.  Cerita klasik Romeo dan Juliet yang mati bunuh diri bersama hanya karena sebuah cinta, yang kemudian banyak ditiru oleh remaja di dunia. Bangsa yunani berkeyakinan bahwa mereka lah bangsa pilihan Tuhan di muka bumi ini,hingga karenanya bangsa tersebut berupaya sungguh-sungguh membuktikannya. Mereka berusaha menguasai dunia dengan segala daya upaya. Dalam hal tersebut terbukti dengan lahirnya senator-senator berpengaruh di Amerika Serikat, yang banyak berasal dari kaum ini. Politikus, ilmuwan, bahkan pengusaha kaliber dunia, seperti : Henry kissinger, Albert Einstien, juga George Soros yang pernah mengguncang dunia saat itu, turut meramaikan khasanah orang-orang yang terkemuka dari bangsa ini.
Baru-baru ini , muncul prinsip baru di era krisis ekonomi, yakni : “tidak ada persahabatan abadi, yang ada hanya kepentingan abadi”. Prinsip ini sungguh-sungguh melawan suara hati msnusia, yang sejatinya sangat memuliakan arti persahabatan, tolong menolong dan kasih sayang antar sesama umat manusia. ‘konfusianisme’ adalah prinsip yang di pegang oleh kebanyakan keturunan/bangsa china yang ternyata mampu mengangkat suku bangsa Cina menguasai perekonomian asia hingga di juluki ‘Dragon of Asia’ melekat sebagai jati diri bangsa tersebut. “yang penting penampilan”, adalah salah satu prinsip yang telah berhasil membelokkan pemikiran bangsa ini menjadi bangsa yang konsumtif dan mendewakan penampilan luar, tanpa memperhatikan sisi terdalam manusia yaitu hati nurani. Generasi muda sekarang begitu bangga akan pakaian dengan merek dan brand mahal serta ternama. Lebih parah lagi, selalu menilai seseorang dari merek yang dipakainya. Dengan kata lain, hanya menilai dari simbol dan statusnya.
Prinsip-prinsip yang tidak sesuai dengan suara hati akan berakhir dengan kegagalan, baik kegagalan lahiriah maupun kegagalan batiniah. Dunia telah membuktikan  bahwa prinsip yang tidak sejalan dengan suara hati atau mengabaikan hati nurani seperti contoh diatas, terbukti hanya mengakibatkan kesengsaraan, bahkan kehancuran.
Nilai-nilai buatan manusia, sebenarnya upaya pencarian dan coba-coba manusia untuk menemukan arti hidup yang sesungguhnya. Umumnya, mereka hanya memandang suatu tujuan dari sebelah sisi saja dan tidak menyeluruh, sehingga akhirnya menciptakan suatu berhala, meskipun pada akhirnya keseimbangan alam telah terbukti menghempaskan mereka kembali. Mereka biasanya merasa paling benar, kurang menyadari bahwa sisi lain dari lingkungannya memiliki prinsip yang berbeda dengan dirinya.
Contoh lain, pernahkah kita menyadari bahwa teori Maslow telah banyak menyesatkan karena piramidanya (Maslow’s Hierarchy of Needs) yang seharusnya dibangun terbalik (Inverting Maslow’s Hierarchy) ? hal ini baru disadari di akhir hayat Maslow, bahwa ia telah salah menempatkan sequence (tingkatan) Needs pada piramidanya. Artinya, pemahaman makna hidup (spiritualisme) yang semestinya diletakkan sebagai kebutuhan awal manusia, telah diletakkan pada tempat yang salah (di tingat piramidanya yang terakhir). Dengan kata lain, orientasi bisnis seharusnya menggunakan pondasi pada optimalisasi spiritual capital, bukan material capital. Hal inipun dibenarkan oleh ahli psikologi Viktor Frankl yang mengatakan hahwa mereka yang mampu memaknai setiap aktifitasnya, memiliki kekuatan untuk bertahan hidup di dunia yang fana ini.
Di level perusahaan atau korporasi, Kouzes dan Postner (leadership Chalenge, 2002) mengatakan bahwa sumber komitmen yang tinggi bukanlah pada kokohnya core Values perusahaan, tetapi lebih kepada personal values (nilai-nilai pribadi karyawan) yang kokoh. Karena justru nilai pribadilah yang sesungguhnya lebih tercermin dalam praktek bekerja dan komitmen kerja, bukan nilai perusahaan. Jadi, sejatinya, nilai-nilai individu yang dianut memegang kendali utama, walau dalam lingkup korporasi/perusahaan.
Demikianlah, bahwasanya hanya berprinsip kuat pada sesuatu yang abadilah yang akan mampu membawa manusia ke arah kebahagiaan dan kemanan yang hakiki.berprinsip dan berpegang pada sesuatu yang labil niscaya akan menghasilkan sesuatu yang labil pula. 

[[[ Berprinsiplah selalu kepada Allah yang Maha Abadi ]]]


“jika Allah mengetahui dalam diri mereka ada kebaikan, tentulah dijadikanNya mereka mendengar. Tetapi sekalipun (Allah) menjadikan mereka mendengar, mereka akan berbalik juga dan berpaling”.
QS Al Anfaal 8:23

Kamis, 24 Februari 2011

Siapa yang tidak kenal sosok aktor ganteng yang multi talenta ini. John Christopher atau lebih di kenal sebagai Johnny Deep (9 juni 1963, Amerika serikat ). Berbagai penghargaan telah di raihnya, mulai dari penghargaan Golden Globe sampai pernah terpilih sebagai salah satu nominator OSCAR di berbagai bidang. Sebagai selebriti muda, perjalanan karir Johnny Depp di penuhi dengan kerikil tajam. Karena pada awalnya, dia bercita-cita ingin menjadi seorang musisi, tepatnya sebagai pemain rock. Namun impiannya tidak pernah terlaksana.
Berawal dari kegagalan-kegagalan yang terjadi, akhirnya Johnny Depp di pertemukan dengan seorang aktor kenamaan Hollywood Nicolas Cage yang mendorong Deep untuk mencoba berakting. Debut film aktor muda ini adalah A Nightmare on Elm Street pada tahun 1984. Film tersebut sangat sukses, namun di hati Deep masih merasa bahwa masa depannya ada di bidang musik, bukan sinema. Namun dia terpaksa berpikir ulang ketika band The Kids tiba-tiba tercerai berai dan Depp tidak lagi memiliki band untuk mengejar impiannya menjadi pemusik rock.

Salah satu film besar yang mainkan oleh Deep adalah Pirates of the Caribbean. Dalam film tersebut Deep bermain dengan salah satu aktor cantik yakni Keira Knightley. Film tersebut sangat sukses, bahkan menjadi film ketiga dalam sejarah setelah Titanic dan Lord of the Rings yang berhasil melampaui batas film Box Office Internasional senilai US$1 Miliar. Beda dengan Film The Spy Next Door yang kesuksesannya jauh di bawah film Pirates of the Caribbean.
Berikut daftar penghargaan dan Profil lengkap dari Johnny Deep:
Profil Johnny Depp









2006 People's Choice Award
bintang film pria terfavorit
2005 People's Choice Award
bintang film pria terfavorit
2004 MTV Movie Award
Aktor berpenampilan terbaik
Pirates of the Caribbean: The Curse of the Black Pearl
2004 MTV Movie Award Mexico
Penampilan terbaik
Pirates of the Caribbean: The Curse of the Black Pearl
2004 IFTA Award
Aktor internasional terbaik
Pirates of the Caribbean: The Curse of the Black Pearl
2004 Teen Choice Award
Aksi film laga pilihan
Pirates of the Caribbean: The Curse of the Black Pearl
2004 Teen Choice Award
Trik film pilihan
Pirates of the Caribbean: The Curse of the Black Pearl
2003 Screen Actors Guild Awards
Aktor utama berpenampilan yang mengesankan
Pirates of the Caribbean: The Curse of the Black Pearl
2000 Blockbuster Entertainment Awards
Aktor favorit - Horror
Sleepy Hollow
1999 Screen Actors Guild Awards
Bintang di Walk of Fame
Motion Picture, 16 November 1999, At 7020 Hollywood Blvd.
1999 César Awards, France
Honorary Award
1998 Golden Aries (Russian Guild of Film Critics)
Best Foreign Actor
Fear and Loathing in Las Vegas
1996 London Critics Circle Film Awards
ALFS Award: Actor of the Year
Ed Wood and Don Juan DeMarco
1990 ShoWest Award
Male Star of Tomorrow

Rabu, 23 Februari 2011


KB sistem kalender
Pengen berbagi pengalaman yang udah aku praktekin tentang KB sistem kalender, Alhamdulillah sepertinya cocok. Karena antara anak kedua dan ketigaku berjarak 5 tahun. Lumayan lama kan aku bisa bertahan dengan KB jenis ini. Awalnya dulu sempat takut juga. Setelah anak keduaku lahir cesar karena aku mengalami keracunan pada kehamilan dan terpaksa harus dikeluarkan walau belum waktunya lahir karena dikhawatirkan akan berakibat fatal bagi ibu dan bayinya, jadi setelah bolak balik di opname, *padahal waktu itu aku sehat2 aja kok* sambil menunggu waktu yang tepat buat di operasi, tepat tanggal 8 bulan 8 aku masuk ruangan yang sangat menakutkan. *lho! Kok malah cerita???!!!*
Jadi, karena aku gak dibolehin dokter pake KB jenis suntik dan pil. Aku jadi bingung... lha piye iki. Aku Cuma di bolehin pasang spiral aja. Meriding!! Denger namanya aja aku udah ilfil. Horor....
Kata dokterku setelah 2 minggu pasca melahirkan aku udah harus datang ke prakteknya buat di pasang spiral. OH NO...!!!
Jujur aja... aku nekad banget mutusin gak akan pake KB dalam bentuk apapun. (sory, sebagian isi di sensor karna gak layak dibicarakan). Lalu aku mulai mempelajari tentang siklus haidku setiap bulan, akhirnya aku tau dimana masa subur yang harus dihindari. Perhitungan caraku seperti ini:
Misalkan awal haid pada tanggal 3 januari sampai dengan tanggal 10 januari, maka aku menghitung masa subur itu 14 hari setelah haid terakhir ( tgl 10 ), berarti jatuh pada tanggal 24 januari, (kemungkinan besar masa subur pada tanggal ini). Lalu untuk berjaga-jaga atau “warning”, hindarilah berhubungan intim pada tanggal 20,21,22,23,24,25,26,27 & 28 *wew,,, kelamaan* hehehe, cari amannya aja daripada tekdung lagi,
 atau gunakan KB buat pasangan kita aja. *yang dewasa tau kan maksudnya*. Atau pake cara apalah...
Trus, hitung lagi 14 hari setelah itu ( dari tanggal 24 tadi ) berarti jatuh pada tanggal 7 februari. Nah, kemungkinan besar haid akan datang pada tanggal tersebut, atau bisa lebih cepat 2 hari dan bisa juga terlambat 2 hari. Tapi si dia pasti datang...
Yang aku sampaikan di atas adalah cara yang selama ini udah aku praktekan, tapi bagi yang ingin ngambil keputusan ber KB dengan sistem kalender, kudu cari tambahan sumber yang lain, misal : dengan menggunakan alat tes masa subur yang di jual bebas dengan media air seni perempuan untuk mengetahui kapan subur dan tidak subur dengan tingkat ketepatan 90 % sampai 95 %, atau menggunakan cara cek lendir leher rahim dengan jari. Cek kekentalan cairan lendir tersebut dengan meletakkan lendir antara jari telunjuk dan ibu jari, rekatkan keduanya lalu buat jarak 2 sampai 3 cm. Jika lendir putus maka tidak subur dan jika tidak putus maka sedang dalam masa subur. Cara ini mungkin hanya tepat 60 % sampai 70 % saja.
Masa subur berlangsung sekitar 3 hari, tapi bukan berarti di luar masa itu, wanita tidak mungkin hamil. Masa subur adalah waktu terbaik untuk terjadinya pembuahan. Jadi, di luar masa subur tidak menutup kemungkinan wanita untuk hamil. Apalagi dalam kondisi prima, sperma pria sanggup bertahan selama tujuh hari di rahim wanita.
Disarankan untuk banyak membaca sumber lain sebagai pelengkap, karena penulis tidak bertanggung jawab bila ada yang gagal dalam misinya. Walaupun hingga detik ini, penulis masih eksis pake sistem kalender.

Selasa, 22 Februari 2011


Kunci sukses komunikasi bawah sadar orangtua kepada anak ( II )

Membangun komunikasi bawah sadar anak

Sebenarnya, komunikasi pikiran bawah sadar mencoba memberikan informasi positif kepada anak. Dengan demikian, anak bisa memahami maksud dan keinginan serta mampu menyerap sempurna setiap informasi yang berkualitas dari kedua orangtuanya.
Komunikasi merupakan kunci sukses hubungan antara orangtua dan anak-anaknya. Bentuk kasih sayang seperti pelukan, ciuman, sentuhan dan semacamnya merupakan bentuk komunikasi dari “pikiran bawah sadar” yang perlu dipupuk dan dilatih kepada anak sejak anak berusia dini. Dengan demikian, sampai kapanpun, komunikasi “kasih sayang” (compassionate communication) dari kedua orangtua kepada anak-anaknya bisa terus berlangsung, tanpa adanya perasaan malu, terganggu dan semacamnya dari sang anak.
Sebuah bentuk komunikasi “bawah sadar” harus memperhatikan faktor-faktor seperti berikut :
a.  Easy To Understand

Ringkas atau rumitnya sebuah informasi yang akan diinformasikan dari orangtua ke anak-anaknya merupakan salah satu kunci sukses yang harus dipahami oleh orangtua. Bahasa memegang peranan penting saat sebuah komunikasi dilakukan. Namun, body language (bahasa tubuh) juga mendukung terciptanya komunikasi harmonis antara orangtua dan anak. Oleh karena itu, anda perlu membiasakan diri untuk menyelaraskan antara bahasa yang digunakan dan body language.
Jadi rumusnya adalah [komunikasi = ucapan + bahasa tubuh]. Sebagai contoh, saat anda mengatakan “dedek sayang, mama sayang banget sama dedek sayang”, ingatlah bahwa saat anda mengucapkan kata sayang, senyuman, gerak, dan raut wajah anda harus mendukung apa yang sedang anda ucapkan.
Jika antara ucapan dan bahasa tubuh anda tidak ada kesinkronan, seorang anak melakukan “tebakan-tebakan perasaan”. Jika hal itu terus-menerus terjadi, tanpa disadari, seorang anak memberikan label-label khusus kepada orangtuanya, misalnya menganggap orangtuanya “pembohong”, “pura-pura sayang”, “mau menangnya sendiri”. Oleh karena itu, pastikan maksud dan tujuan ucapan benar-benar jelas tanpa menimbulkan kesan ganda (ambiguity). 

b.  Interesting (menarik)

Kemenarikan dan keasyikan informasi yang akan disampaikan dan diterima oleh anak bisa membuat anak mengalihkan perhatiannya ke orangtuanya. Hal itu merupakan kunci sukses bagaimana terciptanya hubungan harmonis antara seorang ibu/bapak kepada anak.
Informasi yang ingin disampaikan kepada anak, seperti “mulai sekarang, dedek menyiapkan buku sendiri ya” atau “mulai sekarang dedek belajar sholat ya”, harus benar-benar bisa menarik perhatian anak. Sebagai contoh, ketika orangtua menyuruh anaknya belajar sholat, tetapi memberi teladan dengan tidak melakukan sholat. Hal itu menjadikan anak tidak melirik,bahkan mengikuti apa yang disuruh. Selain menyuruh anak untuk belajar sholat, anak harus benar-benar dikenalkan dan diberi pemahaman tentang bagaimana kegiatan sholat itu dilakukan.
Pembelajaran bisa dilakukan dengan mengajaknya ke mushala, surau, langgar, atau masjid, serta ikut terlibat dalam situasi shalat dengan orangtua. Dengan demikian, proses pembelajaran sholat menjadi sesuatu yang sangat menarik bagi seorang anak. Pikiran bawah sadarnya akan secara otomatis terisi oleh indahnya melakukan ibadah tersebut dan hal itu akan terus tertanam hingga usianya dewasa. Jangan heran jika pada usia anak sudah dewasa, anda menyuruh anak anda sholat, suruhan tersebut merupakan hal yang masih menarik  perhatian mereka.
                                   
c.   Pahami sensifitas anak  

Sensifitas anak saat menerima informasi dari orangtua harus dijadikan “sinyal-sinyal” bagi orangtua. Orangtua harus peka serta memahami kondisi dan situasi, yaitu “saat yang tepat” untuk bisa berkomunikasi dengan anak-anak
Pada saat suami istri bertengkar dan saling berargumentasi, sebaiknya hindari proses pertengkaran tersebut di depan anak-anak. Jauhi proses tumbuh kembang anak dengan hal-hal yang bisa membuat sensitifitas anak menjadi tidak stabil. Saat anak melihat pertengkaran hebat orangtua, memori bawah sadar anak merekam secara cepat dan menjadikan hal tersebut sebagai bagian dari hidupnya. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika pada kemudian hari anak tersebut menjadi anak yang sering marah-marah dan selalu memberi alasan/membantah.
Saat seorang anak sedang asyik-asyiknya bermain atau melakukan aktivitas tertentu, orangtua perlu melihat “timing”/waktu yang tepat untuk berkomunikasi. Sebagai contoh,  saat menyuruh anak tidur siang atau makan siang. Kadangkala, orangtua melakukan “jurus diktator” untuk memaksakan setiap kehendaknya, bahkan kadang melakukan bentuk kekerasan seperti menjewer kuping, mencubit, dan semacamnya. Ironisnya, bagi orangtua yang sibuk dalam urusan “cari uang” alias bekerja, persentase waktu mendidik anak lebih dikuasai oleh “babysitter” ketimbang orangtua.
Kecenderungan perlakuan seseorang yang mungkin saja menggunakan “pola diktatorisme” agar “kerjaan beres” bisa menjadi awal timbulnya “emosi negatif pada anak”.

d.  Information style

Gaya penyampaian informasi kepada anak perlu diperhatikan, apalagi saat anak mulai tumbuh seiring dengan berjalannya waktu. Sering kali, orangtua dianggap sebagai sosok yang menakutkan bagi anak. Kemarahan orangtua seperti bentakan, teriakan, dan semacamnya dianggap sebagai hal yang selalu melekat di pikiran bawah sadar anak.jika hal tersebut berlangsung lama, hal itu menjadi bagian hidup anak sepanjang masa.
Perlakuan orangtua kepada seorang anak terkadang “selalu sama” pada setiap masa. Misalnya intonasi bahasa, gaya bahasa, tata bahasa, tanpa melihat secara jeli perkembangan kedewasaan anak. Saat anak sudah mulai memasuki usia sekolah, bisa dipastikan pengucapan panggilan kepada anak dengan sebutan “dedek kecil” di depan teman-temannya bisa berakibat pada timbulnya “rasa malu” atau “dipermalukan”. Jika orangtua tidak tanggap terhadap permasalahan ini, pikiran bawah sadar anak bisa melakukan “sabotase” alias berusaha ingin mempermalukan orangtuanya pada kemudian hari nanti.

e.  Using Multisensory Technique

Saat anak mulai memahami bentuk komunikasi sederhana, itulah waktu yang paling tepat mengenalkan sebuah bentuk komunikasi “bawah sadar” kepada anak. Sebagai contoh, memperlihatkan raut wajah “tidak setuju” saat anak melakukan hal yang kurang terpuji, memberikan pujian disertai dengan pelukan dan sentuhan saat anak melakukan prestasi, atau menanamkan nilai-nilai kebaikan dengan membacakan cerita/dongeng pada saat anak menjelang tidur.
Artinya, jangan jadikan komunikasi orangtua kepada anak-anaknya hanya berua kata-kata. Namun, lakukan pembelajaran kepada anak dengan mengenalkan beragam bentuk  komunikasi, misalnya dengan memnberikan senyuman (komunikasi secara visual), sapaan (komunikasi secara audio), dan tepukan/pelukan (komunikasi kinestetik).
Harapannya, dengan mengenal komunikasi bawah sadar ini, kualitas proses tumbuh kembang anak dapat maksimal. Dengan demikian, setiap orangtua akan semakin bangga kepada anak-anaknya pada saat anak-anak itu dewasa nanti. Semoga.... Amien

Minggu, 20 Februari 2011

berbagi tulisan tentang pendidikan kepada anak (part 1)



Kunci sukses Komunikasi Bawah sadar Orangtua Kepada Anak. ( I )

Pembelajaran Dimulai Sejak Dini
                            
Dewasa ini sangat banyak berita yang menceritakan bagaimana kelakuan anak-anak zaman sekarang yang sudah tidak lagi perdulikan penghormatan kepada orang tuanya. Bagi mereka, urusan anak bukanlah urusan orangtua dan sebaliknya. Proses tumbuh kembang sudah tidak terkendalikan lagi. Pergaulan bebas dan tawuran, telah marak terjadi pada usia dini.  Kaidah-kaidah moral sudah tidak di pedulikan lagi oleh anak-anak. Namun di sisi lain, anak-anak merupakan penerus generasi bangsa, yang jika tidak dibina dan di pupuk sejak dini maka bisa diprediksi kemana nasibnya bangsa kita kedepan.
Tayangan televisi yang mengangkat kisah realitas terkesan memberikan pelajaran “buruk” kepada pemirsanya. Hal itu di sebabkan banyak tayangan-tayangan yang mempertontonkan perbuatan “kurang ajar” kepada orang tuanya. Segala bentuk “makian”, “bentakan”, dan “kata-kata kotor” sudah menjadi hal biasa yang di ucapkan oleh seorang anak kepada orangtua. Padahal, setiap agama tentunya mengajarkan kesantunan kepada orangtua.
Proses membentengi anak dengan menghindari berbagai tayangan televisi yang merajalela, dari film, sinetron,layar lebar, maupun DVD, VCD dan internet – membutuhkan kerja ekstra bagi setiap orangtua untuk menyaring mana saja tayangan yang sebaiknya di tonton oleh anak-anaknya dan mana yang hendaknya di jauhkan.
Buku-buku yang mengajarkan buruknya moralitas anak kepada orangtua juga mudah di peroleh di berbagai toko buku.hal tersebut tidak bisa lagi di bendung dengan berbagai tuntutan, cekalan, atau keberatan seseorang terhadap setiap tayangan atau informasi yang di anggap menurunkan moral anak bangsa tersebut.
Hampir setiap anak bebas menonton setiap tayangan televisi tanpa adanya proses pendampingan kedua orangtua. Nasihat orangtua sudah tidak lagi “digubris” sebagai nasihat moral kepada anak-anaknya. Bahkan sikap, tingkah laku, dan kepribadian orangtua tidak bisa di jadikan panutan/suri tauladan bagi anak-anaknya.
Namun sebenarnya, semua itu bisa disikapi secara bijaksana. Proses tumbuh kembang anak merupakan kolaborasi antara kedua orangtua dengan anak-anaknya, dan kolaborasi tersebut bisa dimulai sejak anak berusia 0 tahun. Masa itulah yang merupakan fondasi bagi seorang anak untuk membekali dirinya dalam menyongsong dan menjalani kehidupan pada masa depan. Proses pembelajaran etika, value/nilai, kepribadian dan sikap perlu di tanamkan sedini mungkin. Dengan demikian, mereka benar-benar menjadi sosok penerus bangsa yang berprilaku dan berkepribadian luhur seperti apa yang diamanatkan oleh para pejuang negeri tercinta ini.
Dorothy Law nolte, dalam buku Children Learn What They live menjelaskan sebagai berikut ini :
·       Jika anak hidup dengan kecaman,  mereka belajar untuk mengutuk.
·       Jika anak hidup dengan permusuhan, mereka belajar untuk melawan.
·       Jika anak hidup dengan ketakutan, mereka belajar untuk menjadi memprihatinkan.
·       Jika anak-anak hidup dengan belas kasihan, mereka belajar untuk mengasihani diri sendiri.
·       Jika anak hidup dengan ejekan, mereka belajar untuk merasa malu.
·       Jika anak hidup dengan kecemburuan, mereka belajar untuk merasa iri.
·       Jika anak hidup dengan rasa malu, mereka belajar untuk merasa bersalah.
·       Jika anak hidup dengan dorongan, mereka belajar untuk percaya diri.
·       Jika anak-anak hidup dengan toleransi, mereka belajar kesabaran.
·       Jika anak hidup dengan pujian, mereka belajar apresiasi.
·       Jika anak-anak hidup dengan penerimaan, mereka belajar untuk mencintai.
·       Jika anak hidup dengan persetujuan, mereka belajar untuk menyukai diri mereka sendiri.
·       Jika anak-anak hidup dengan pengakuan, mereka itu baik untuk memiliki tujuan.
·       Jika anak hidup dengan berbagi, mereka belajar kemurahan hati.
·       Jika anak hidup dengan kejujuran, mereka belajar kejujuran.
·       Jika anak hidup dengan keadilan, mereka belajar keadilan.
·       Jika anak-anak hidup dengan kebaikan dan pertimbangan, mereka belajar menghormati.
·       Jika anak hidup dengan keamanan, mereka belajar untuk memiliki iman dalam diri mereka dan orang orang tentang mereka.
·       Jika anak hidup dengan persahabatan, mereka belajar bahwa dunia adalah tempat yang bagus untuk hidup.
                             
Masa keemasan anak

Anak-anak sering mengalami beberapa kelemahan dalam menangkap sebuah ide, informasi, perintah, dan nasihat yang akan ia serap dan lakukan. Namun sebenarnya, kemampuan menyerap segala informasi anak, sangatlah “luar biasa”. Hal itulah yang sering terlewatkan oleh para orangtua yang melupakan “masa-masa keemasan” anak.
Dalam buku How To Teach Baby To Read, Gland Doman menjelaskan bagaimana mengajarkan bayi anda membaca. Di sebutkan bahwa saat usia berkisar 0---6 tahun, anak memiliki kemampuan menyerap informasi yang luar biasa dan masa itulah masa yang paling sempurna untuk mulai proses pembelajaran. Namun secara realita, orangtua sering sibuk dengan urusan pekerjaannya.
Apalagi saat anak-anak masih kecil, orangtua masih mengejar “karier dan jabatan”, sampai menomorduakan anak. Padahal, saat-saat usia 0—6 tahun tersebut, anak sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang salam bentuk pelukan, sapaan, ciuman dan semacamnya.
Coba kita bayangkan, gambaran seorang anak yang mengiginkan ciuman dan pelukan dari kedua orangtuanya. Setelah seharian penuh bermain dengan pengasuh/baby sitter, seorang anak tentu menanti-nantikan kedatangan kedua orangtuanya dari aktifitas kerjanya pada sore hari menjelang malam. Namun, alangkah kecewanya hati sang anak ketika orangtuanya pulang ke rumah dengan kondisi lelah dan segera ingin istirahat. Keinginan anak untuk mendapatkan perhatian dari mereka, misalnya dengan mengajak bermain, disapa, dibelai, tidak sempat ia peroleh sama sekali. Terlebih lagi, hampir setiap hari kejadian tersebut berulang-ulang.
Biasanya, jika pada saat besar nanti, saat telah memperoleh karier dan jabatan yang tinggi, serta memiliki penghasilan besar, orangtua berusaha untuk membahagiakan anak-anaknya—atau dalam istilah singkatnya “mau bayar utang kasih sayangnya kepada anak yang tidak terbayar saat anaknya kecil”. Namun, sang anak sudah terlanjur memiliki memori negatif di fikiran bawah sadarnya. Terlebih lagi, kadang kala, didikan baby sitter—yang terkadang memiliki “pengaruh kurang baik” terhadap tumbuh kembang anak—membuat anak sulit diajak berkomunikasi oleh kedua orangtuanya.
Saat usia anak dia atas enam tahun, saat kedua orangtua ingin memeluk dan mencium, jangan heran jika anak sudah tidak mau lagi menerima bentuk kasih sayang seperti saat ia pernah jadi “dedek kecil”. Karena pada saat usia enam tahun keatas, “perasaan malu” anak mulai timbul. Jika ia masih diperlakukan seperti anak batita yang di “gandeng-gandeng” oleh orangtuanya, apalagi “dicium” pipinya di depan umum, bisa dipastikan ia akan mengalihkan perlakuan orangtuanya tersebut.
Jika sekarang anda termasuk dalam kategori yang di contohkan tersebut, sebagai orangtua, anda memerlukan kerja ekstra keras untuk melakukan “komunikasi bawah sadar”. Hal itu harus anda mulai dari sekarang. Namun, perlu dijadikan catatan bahwa, sikap tak acuh, memanjakan tanpa kasih sayang, egois, emosional perlu dihilangkan dalam hidup anda. Orang tua harus bisa menjadi teladan bagi anak-anaknya.

(hypnosis in teaching) note :nasihat untuk diriku sendiri. 

Senin, 14 Februari 2011

Mendidik Dengan Hati


Mendidik adalah sebuah profesi istimewa. Sering disepelekan, tapi tak mudah dilakukan. Kegiatan mendidik tak pernah lepas dari peran seorang guru. Sebagai seorang guru, kita tentunya sering menghadapi seorang murid yang seolah tak peduli dengan sekelilingnya. Ia selalu menghindar dari guru, tidak perhatian pada pelajaran, dan tidak memiliki hubungan sosial yang baik. Menghadapi murid yang seperti itu tentu adalah sebuah tantangan. Namun, meninggalkan murid yang seperti ini tentu bukan suatu sikap yang bijaksana karena ia dapat menjadi semakin terasing dan terlibat dalam perilaku-perilaku kejahatan dan kekerasan. Lantas, bagaimana menciptakan sekolah idaman sebagai dunia yang menyenangkan baik bagi siswa maupun guru ?
“ sekolah mestinya menjadi ‘ agent of change ‘ bagi siswanya. Mengubah kondisi negatif siswa secara akademis dan moral menjadi positif “ ( Munif Chatib, penulis buku best seller sekolahnya manusia )
Sekilas kutipan dari mendidik dengan hati-nya Allen N. Mendler :

Mengenali Siswa Yang Merasa Tidak Diperhatikan
·      Menarik diri dari lingkungan sosial
·      Menunjukkan tema-tema kekerasan dalam bentuk gambar atau tulisan secara detail dan terus menerus
·      Terus menerus bersikap tidak adil terhadap siswa lain
·      Tidak toleran dan berburuk sangka dalam perbuatan maupun tulisan
·      Senang mengganggu siswa lain
·      Terlibat dalam geng
·      Menggunakan obat-obatan terlarang dan alkohol
·      Mengancam akan melakukan kekerasan
Demikian perilaku-perilaku spesifik yang dapat di identifikasi, dan seharusnya diwaspadai pendidik.

Sikap dan Perasaan yang Diperlukan
Menjalin kedekatan dengan para siswa artinya kita sesekali harus memisahkan keyakinan, penilaian dan standar moral pribadi kita dari tanggung jawab kita untuk merasa kasihan dan prihatin terhadap mereka yang kita anggap berbeda atau bahkan mungkin secara pribadi tidak dapat kita terima. Kita semua adalah orang dewasa yang memiliki kebebasan untuk memilih siapa yang menjadi teman dan menghindar dari orang-orang yang kita anggap tidak menarik. Dan karena peran kita adalah sebagai seorang pendidik, maka kita tidak punya kemewahan untuk memutuskan siapa yang dianggap patut dan siapa yang tidak. Kita harus menaggalkan pemikiran yang konvensional ketika sedang meluangkan waktu bersama, jika kita diharapkan memberi pengaruh positif pada siswa yang terkadang perkataan dan perbuatannya membuat kita marah, kecewa, atau takut.
Pak Setiawan adalah seorang guru sekolah menengah yang luar biasa, dan dicintai oleh hampir seluruh muridnya. Ronny adalah siswa yang memiliki kebiasaan untuk selalu menghindar dari hampir semua orang dewasa yang dia temui. Sekeras apapun usaha pak Setiawan untuk menjalin kedekatan dengannya, Ronny selalu menolaknya dengan mengatakan akan melakukan sesuatu yang sifatnya menyerang. Walau sedikit memendam perasaan kesal, pak Setiawan tetap mendekatinya dan berkata :
Ronny, saya tahu Tuhan menempatkanmu dikelas saya untuk membuat saya menjadi guru yang lebih baik dan orang yang lebih sabar. Dia mengingatkan saya bahwa saya masih harus melalui satu jalan lagi untuk menjadi guru yang sukses mengajari murid-muridnya. Saya telah mencoba dengan sekuat tenaga mencari kata-kata atau melakukan sesuatu untuk membuatmu percaya bahwa kamu adalah murid yang mampu meraih hal-hal yang besar, sejauh ini tampaknya saya tidak berhasil membuat kamu mengerti. Apakah ada saat-saat dimana kamu telah mencoba sekuat tenaga, tetapi tidak juga mendapatkan hasil yang kamu inginkan? Apakah ada orang-orang dalam hidupmu yang tak pernah puas akan jerih payahmu untuk membuatnya senang meski kamu telah mencobanya sekuat tenaga? Bagaimana perasaanmu tentang semua itu? Dan apa yang kamu lakukan saat mengalami ini?

Pak Setiawan mampu mengesampingkan perasaan pribadinya dan, sebagai guru, dia menyadari bahwa Ronny mungkin memiliki sesuatu untuk memberinya pelajaran. Sebagian besar anak-anak yang “sulit” memberi kita peluang untuk belajar dan mempraktekkan kesabaran, kasih sayang, dan toleransi. Sangat sulit bagi sang murid untuk tetap merasa diabaikan ketika ada orang dewasa yang peduli dan sabar berusaha menyentuh hati mereka dengan cara-cara yang menunjukan adanya keinginan untuk belajar memahami.
Dapatkah anda mengingat beberapa siswa yang membuat anda bersikap kasar atau jengkel? Apa yang dapat anda pelajari dari anak-anak ini tentang kesabaran, kasih sayang atau toleransi sehingga bisa membuat anda menjadi guru yang lebih baik atau bahkan menjadi orang yang lebih baik daripada saat ini?
Mungkin saat ini meninggalkan toleransi nol adalah sebuah kebaikan bagi kita para guru. Jika pengertiannya dipaksakan secara kaku, toleransi nol dapat mengakibatkan jatuhnya sanksi yang tidak perlu, seperti skorsing atau dikeluarkan dari sekolah. Dalam hal ini tidak membantu apa-apa, justru kaum muda—yang pada dasarnya sudah tercabut hak-haknya – akan merasa terasing. Diskors karena membawa pisau plastik dalam ransel atau membawa pengikir kuku tanpa sengaja, jelas tidak perlu terjadi. Bahkan untuk kasus-kasus yang lebih kompleks masih diperlukan analisis dan penilaian dalam menjatuhkan sanksi. Daripada mengikuti teori-teori yang ada, para guru dan pejabat sekolah hendaknya dapat menggunakan pengetahuan dan intuisi mereka untuk mendalami lebih jauh isu-isu yang mempengaruhi perilaku siswa. Kita harus bersikap “ sekeras yang diperlukan “ dan bukan “ toleransi nol “. Mengeluarkan anak dari sekolah tanpa melakukan komunikasi dalam bentuk apapun dengan mereka dapat memperdalam kebencian sehingga mengakibatkan siswa yang marah ini justru lebih membahayakan.
Kita sebagai para pendidik, pasti pernah memiliki perasaan pesimistis dalam upaya mengubah perilaku orang. Penelitian tentang kesehatan menemukan bahwa rasa optimistis dapat membantu orang untuk mengatasi penyakit dengan lebih baik dan dapat hidup lebih lama. Tak diragukan lagi bahwa optimisme yang berkesinambungan juga merupakan alat tangguh untuk mempengaruhi orang lain. Meskipun demikian, keyakinan bahwa upaya yang kita lakukan dapat dan akan membuat perubahan seharusnya dilandasi dengan kesadaran bahwa proses perubahan biasanya berjalan lambat dan goyah.
Lebih mudah menjalin ikatan / kedekatan dengan para siswa apabila kita memandang gelas peluang sebagai setengah penuh, dan bukan setengah kosong. Mengubah cara berfikir kita mengenai beberapa siswa tertentu serta perilaku mereka akan membuka pintu ke arah interaksi yang jauh lebih positif dengan mereka. Misalnya, jika kita memberi label seorang siswa yang kerap menyulitkan kita sebagai anak yang “ keras kepala “ atau “ tidak patuh “, tak pelak kita hanya akan bereaksi negatif, dan kemungkinan kita hanya akan saling adu kekuatan dengan sang murid. Tetapi jika kita memandang siswa tadi sebagai anak yang memiliki “ tekad yang kuat “ atau “ berpendirian “, kita cenderung akan menghargainya ; sebagian besar orang dewasa mengagumi anak-anak yang memperlihatkan kualitas seperti ini. Bahkan, siswa-siswa yang menerapkan kualitas ini dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah biasanya memperoleh kesuksesan yang luar biasa. Pengalihan persepsi kita dari “ keras kepala “ menjadi “ bertekad kuat “ memudahkan kita menghindar dari unjuk kekuatan atau perang urat saraf yang mungkin terjadi. Sementara itu kita akan memiliki kesempatan untuk mengakui sikap tegas sang murid sebagai kekuatan yang bisa diarahkan.
Hampir semua perilaku negatif memiliki korelasi yang positif. Sang “ badut kelas “ dapat di pandang sebagai si pengocok perut yang membantu membuat segala sesuatunya menjadi lebih ringan. Siswa yang lambat dapat di pandang sebagai orang yang hadir. Siswa yang bertabiat “ terburuk dari yang paling buruk “ dapat di lihat sebagai yang “ tertangguh di antara yang tangguh “ karena telah mampu mempertahankan diri dari dunia yang kejam yang selalu berupaya mengambil keuntungan darinya. Ketika kita membingkai sikap dan perilaku negatif, kita akan membuka pintu untuk saling berbagi dan menghargai, bukan untuk memperburuk konflik.
Darryl A, seorang guru sekolah menengah di wilayah Chicago, menulis kata-kata yang positif dan mendukung untuk setiap huruf dari nama siswa. Kemudian setiap minggu, dia menulis nama salah seorang siswa pada selembar poster besar dan meminta teman-teman sekelasnya untuk menulis ciri-ciri positif dan sifat dari siswa tersebut, contoh : SAM = Sukses, Aktif, Matang. MARY = Menarik, Asyik, Ramah, Yang selalu di tunggu.