Senin, 14 Februari 2011

cinta itu, kamu....

Cinta
Dalam Sepotong Cerita

“andai saja cinta itu, kamu....
Pasti aku rela menyerahkan kepadamu, cinta itu.”

Masih ingatkah dengan sepotong kalimat itu? Tanpa tahu darimana datangnya kekuatan itu, dengan lancang aku tulis untukmu. Dan kelancanganku itu ternyata berbuah anugerah terindah bagiku karena tahu-tahu, kita menjelma sepasang manusia yang bertukar cerita demi cerita tanpa melalui perjumpaan nyata.

Memang terdengar absurd! Tapi itulah kita. Hanya dengan sapa yang teretas dikala pagi dan senja yang menjemput, kau dan aku tiba-tiba menjadi dekat. Perlahan tapi pasti endapan ‘rasa’ itu telah membentuk gugusan bintang warna warni yang memamerkan binar binar ceria.

Tapi, kalau boleh aku bertanya : begitu bermakna kah perjumpaan nyata buatmu ? kita beradu pandang tanpa jarak sekat dan waktu,, mengeja dalamnya diri dengan praduga. Ahhhhh... tidak juga ternyata. Hanya lewat sapa yang teretas di kala senja menjelma dan di saat mata mulia terantuk di ujung kantuk, hadirmu melebihi wujud malaikat. Setidaknya, dalam persepsi yang kucipta.

Lalu, selalu saja ku cari-cari jejakmu di manapun itu, tanpa ragu. Meski hanya sekedar semu bayangmu, yang ku cetak dalam lamunanku. Kenapa hadirmu yang secepat embun itu menancapkan gelisah hingga aku tak mampu melukiskan kekuatan apa sebenarnya yang telah menggerogoti perasaanku ?!

Ternyata, rasa itu datang begitu saja tanpa rencana. Tahu-tahu, hadirmu  yang sekejap menguras anganku tunduk dalam syahdunya kata-kata yang memuja keindahan. Tentangmu, bukan siapa-siapa. Ternyata !!!

Biarpun sepi  tak usai dan terus menyergap sadarku dari keterasingan. Tapi setidaknya, aku mulai sadar... rindukupun tak juga usai. Merapal namamu dari jerit ketakutanku. Menyesatkan cintaku yang tak surut memamah usai. Mencatut hatimu menjadi satu-satunya yang terindah, untukku...! apakah ini nyata atau.... semu? Apakah ini janji atau hanya sekedar ilusi? Hanya palung batinmu yang mampu mengurai. Aku hanya mengibarkan bendera tanda, selebihnya dirimulah yang mesti mengulur  bening talinya, untukku...

Tak ingin kulari, tak ingin ku ingkari. Sama saja ku khianati diri bila itu kulakukan. Mengapa ? hmmmm... aku tak perlu bertanya. Semestinya, biarkan saja semua mengalir seperti air dan berembus seperti  angin. Air yang selalu mengalir menuju muaranya, dan angin yang setia menggelitik dedaunan dengan senandung ninabobonya.

Itulah kita! Menggurat cerita begitu saja. Tak peduli hari telah mengetuk di bibir pagi. Tak peduli, jemari kita belum saling menggenggam sampai detik ini. Yang aku tahu, cerita itu ada. Cerita kita berdua, kau dan aku.

Dan biarkan ini menjadi cinta, jika ini adalah segenap rasaku yang berbicara. Biarkan ini menjadi nyata, jika ini adalah hatiku yang jadi jembatannya. Biarkan ini menjadi bahagia, jika ini adalah jalannya. Biarkan bahagia itu sendiri yang mengurai segala warasku menjadi ada. Yang pasti, bahagiaku ini adalah untuk menjadi nyata, bukan sia-sia...

Siapa yang menyangka, tahu-tahu, “ kita berdiri berjajar menjelma sepasang pohon bambu....
Menjadi tiang dan jembatan tanpa sebab......”

By ; Moammar Emka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar