Minggu, 27 Februari 2011


PRINSIP-PRINSIP HIDUP 
(The ESQ Way 165 Ary Ginanjar) 



“perumpamaan orang yang  mengambil selain Allah sebagai pelindung adalah seperti laba-laba yang membuat rumah untuk dirinya sendiri. Tetapi sebenarnya rumah laba-laba itu adalah serapuh-rapuhnya rumah, jika mereka tahu”
QS Al Ankabuut 29:41
               
Beberapa dekade ini, kita banyak menyaksikan berbagai prinsip hidup yang menghasilkan berbagai tindakan manusia yang begitu beragam. Prinsip hidup yang dianut dan diyakini itu telah menciptakan berbagai tipe pemikiran dengan tujuannya masing-masing. Setiap orang terbentuk sesuai dengan prinsip yang dianutnya. Hasilnya bisa dianggap hebat, mengerikan, bahkan menyedihkan.
Di Jepang ada budaya Harakiri. Tatkala seseorang merasa bersalah atau putus asa, ia akan menusukkan pedang katana dan merobek lambungnya, hingga kemudian mati perlahan. Jembatan golden Gate di San Fransisco adalah tempat bunuh diri yang sangat populer di Amerika Serikat, yang begitu mengagungkan faham kapitalisme. Sementara di belahan bumi yang lain, uni Soviet runtuh karena menganut faham Komunisme.
Paham Peter Drucker dalam bukunya “management by Objective” ternyata hanya menghasilkan budak-budak materialis di bidang ekonomi,  efisiensi dan tekhnologi, tetapi hatinya kekeringan, tidak memiliki ketentraman batin. Ada sesuatu yang hilang di relung hati. Ada pula aliran Thaoisme yang mengagungkan ketentraman dan keseimbangan batin, namun mengkasilkan manusia-manusia yang lari dari tanggung jawab ekonomi. Pemikiran Dale Carnagie yang sangat mementingkan arti “penghargaan”, begitu mempengaruhi jutaan orang di dunia dalam bertingkah laku, namun belum menyentuh  sisi terdalam dari inti pemikiran, dan hasilnya lebih kepada mendewakan penghargaan.
Prinsip “Ubber Alles” atau ras tertinggi dan prinsip Biefl its Biefl atau “perintah adalah perintah” yang selau dikumandangkan oleh jenderal besar Nazi dan di pegang teguh oleh tentara Nazi Jerman pada perang dunia II, memang berhasil membuat Jerman begitu perkasa saat itu. Sebagian daratan Erofa di kuasai dalam waktu relatif singkat dengan di mulainya pertempuran Polandia tahun 1936. Namun akhirnya, sejarah mencatat Nazi Jerman ambruk dan Hitler bunuh diri.  Cerita klasik Romeo dan Juliet yang mati bunuh diri bersama hanya karena sebuah cinta, yang kemudian banyak ditiru oleh remaja di dunia. Bangsa yunani berkeyakinan bahwa mereka lah bangsa pilihan Tuhan di muka bumi ini,hingga karenanya bangsa tersebut berupaya sungguh-sungguh membuktikannya. Mereka berusaha menguasai dunia dengan segala daya upaya. Dalam hal tersebut terbukti dengan lahirnya senator-senator berpengaruh di Amerika Serikat, yang banyak berasal dari kaum ini. Politikus, ilmuwan, bahkan pengusaha kaliber dunia, seperti : Henry kissinger, Albert Einstien, juga George Soros yang pernah mengguncang dunia saat itu, turut meramaikan khasanah orang-orang yang terkemuka dari bangsa ini.
Baru-baru ini , muncul prinsip baru di era krisis ekonomi, yakni : “tidak ada persahabatan abadi, yang ada hanya kepentingan abadi”. Prinsip ini sungguh-sungguh melawan suara hati msnusia, yang sejatinya sangat memuliakan arti persahabatan, tolong menolong dan kasih sayang antar sesama umat manusia. ‘konfusianisme’ adalah prinsip yang di pegang oleh kebanyakan keturunan/bangsa china yang ternyata mampu mengangkat suku bangsa Cina menguasai perekonomian asia hingga di juluki ‘Dragon of Asia’ melekat sebagai jati diri bangsa tersebut. “yang penting penampilan”, adalah salah satu prinsip yang telah berhasil membelokkan pemikiran bangsa ini menjadi bangsa yang konsumtif dan mendewakan penampilan luar, tanpa memperhatikan sisi terdalam manusia yaitu hati nurani. Generasi muda sekarang begitu bangga akan pakaian dengan merek dan brand mahal serta ternama. Lebih parah lagi, selalu menilai seseorang dari merek yang dipakainya. Dengan kata lain, hanya menilai dari simbol dan statusnya.
Prinsip-prinsip yang tidak sesuai dengan suara hati akan berakhir dengan kegagalan, baik kegagalan lahiriah maupun kegagalan batiniah. Dunia telah membuktikan  bahwa prinsip yang tidak sejalan dengan suara hati atau mengabaikan hati nurani seperti contoh diatas, terbukti hanya mengakibatkan kesengsaraan, bahkan kehancuran.
Nilai-nilai buatan manusia, sebenarnya upaya pencarian dan coba-coba manusia untuk menemukan arti hidup yang sesungguhnya. Umumnya, mereka hanya memandang suatu tujuan dari sebelah sisi saja dan tidak menyeluruh, sehingga akhirnya menciptakan suatu berhala, meskipun pada akhirnya keseimbangan alam telah terbukti menghempaskan mereka kembali. Mereka biasanya merasa paling benar, kurang menyadari bahwa sisi lain dari lingkungannya memiliki prinsip yang berbeda dengan dirinya.
Contoh lain, pernahkah kita menyadari bahwa teori Maslow telah banyak menyesatkan karena piramidanya (Maslow’s Hierarchy of Needs) yang seharusnya dibangun terbalik (Inverting Maslow’s Hierarchy) ? hal ini baru disadari di akhir hayat Maslow, bahwa ia telah salah menempatkan sequence (tingkatan) Needs pada piramidanya. Artinya, pemahaman makna hidup (spiritualisme) yang semestinya diletakkan sebagai kebutuhan awal manusia, telah diletakkan pada tempat yang salah (di tingat piramidanya yang terakhir). Dengan kata lain, orientasi bisnis seharusnya menggunakan pondasi pada optimalisasi spiritual capital, bukan material capital. Hal inipun dibenarkan oleh ahli psikologi Viktor Frankl yang mengatakan hahwa mereka yang mampu memaknai setiap aktifitasnya, memiliki kekuatan untuk bertahan hidup di dunia yang fana ini.
Di level perusahaan atau korporasi, Kouzes dan Postner (leadership Chalenge, 2002) mengatakan bahwa sumber komitmen yang tinggi bukanlah pada kokohnya core Values perusahaan, tetapi lebih kepada personal values (nilai-nilai pribadi karyawan) yang kokoh. Karena justru nilai pribadilah yang sesungguhnya lebih tercermin dalam praktek bekerja dan komitmen kerja, bukan nilai perusahaan. Jadi, sejatinya, nilai-nilai individu yang dianut memegang kendali utama, walau dalam lingkup korporasi/perusahaan.
Demikianlah, bahwasanya hanya berprinsip kuat pada sesuatu yang abadilah yang akan mampu membawa manusia ke arah kebahagiaan dan kemanan yang hakiki.berprinsip dan berpegang pada sesuatu yang labil niscaya akan menghasilkan sesuatu yang labil pula. 

[[[ Berprinsiplah selalu kepada Allah yang Maha Abadi ]]]


“jika Allah mengetahui dalam diri mereka ada kebaikan, tentulah dijadikanNya mereka mendengar. Tetapi sekalipun (Allah) menjadikan mereka mendengar, mereka akan berbalik juga dan berpaling”.
QS Al Anfaal 8:23

Tidak ada komentar:

Posting Komentar